Indramayu, 19 Januari 2014. Curah
hujan yang tinggi hingga banjir melanda 17 Kecamatn di wilayah Kabupaten
Indramayu mendatangkan banyak spekulasi, salah satu wacana adalah karena adanya
rekayasa hujan di Jabotabek sehingga hujan lebih banyak terkonsentrasi di
wilayah Kabupaten Indramayu dan sekitarnya.
Apa sih maksuda dari rekayasa
hujan itu?
Rekayasa hujan yang biasa dikenal
dengan istilah Tehnologi Merekayasa Cuaca (TMC) selama ini sudah banyak
berfungsi dalam meningkatkan curah hujan. Umumnya, teknik ini digunakan untuk
menurunkan hujan di daerah yang tengah dilanda kekeringan.
Namun dalam pelaksanaanya fungsi
ini berubah, yang mana TMC dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi terjadinya
banjir akibat dari tingginya curah hujan.
Adapun, cara kerja TMC ialah
dengan melakukan penyemaian awan (cloud seeding) menggunakan bahan-bahan yang
bersifat higroskopik (menyerap air). Sehingga proses pertumbuhan butir-butir
hujan dalam awan akan meningkat dan selanjutnya akan mempercepat terjadinya
hujan.
Kiprah
TMC
Selanjutnya bagaimana awal
tonggak dimulainya perkembangan modifikasi cuaca di dunia dan Indonesia. Di
dunia, TMC bukanlah hal baru, penerapan teknologi ini sudah dipakai oleh lebih
dari 60 negara di dunia, termasuk Indonesia yang mulai menerapkan sejak 26
Januari-25 Maret 2013. Padahal, teknologi ini telah diperkenalkan dan
diuji-coba oleh pemerintahan Presiden Soeharto pada 1977.
Dipaparkan lebih detil, sejarah
TMC dunia bermula pada 1946 ketika Vincent Schaefer dan Irving Langmuir
mendapatkan fenomena terbentuknya kristal es dalam lemari pendingin, saat
Schaever secara tidak sengaja melihat hujan yang berasal dari nafasnya waktu
membuka lemari es.
Lalu pada 1947, Bernard Vonnegut
mendapatkan terjadinya deposit es pada kristal perak iodida (Agl) yang
bertindak sebagai inti es. Pada suatu hari, Vonnegut tanpa disengaja melihat
titik air di udara ketika sebuah pesawat tebang dalam rangka reklame Pepsi Cola
dengan membuat tulisan asap nama minuman itu.
Cara Kerja
Cara Kerja
TMC memiliki cara kerja, yakni
awalnya hujan diturunkan lebih dahulu di beberapa wilayah. Dalam sekali
pengaplikasiannya, umumnya menghabiskan 3.000 karung garam Perak Iodida seberat
4 ton yang diangkut menggunakan pesawat Hercules C-130 TNI-AU dan CASA 212-200.
Setelah mencapai spot, seluruh
garam tersebut ditebar. Untuk sekali operasi, biaya yang dihabiskan sekira Rp. 13-2o
miliar. “Tidak murah biayanya, bisa mencapai 20 miliar,” kata Seto.
Selain menggunakan pesawat,
modifikasi cuaca juga dapat dilakukan dengan menggunakan flare (roket) yang
menembakkan garam ke awan. Hari ini, Selasa (14/1/2014), TNI AU bekerjasama
dengan BNPB melakukan modifikasi uaca di wilayah Jabodetabek dengan menggunakan
pesawat Hercules C-130 dari Lanud Halim Perdankusuma, kegiatan ini sendiri
dimulai pada pukul 09.00 WIB.
Namun demikian, kata Seto,
bagaimanapun, teknologi ini tidak bisa menjamin wialyah Jabodetabek terbebas
dari banjir. Meski demikian, teknologi ini diklaim cukup signifikan dalam
mengurangi curah hujan, yang pada akhirnya bisa mengurangi peluang
terjadinya banjir.
Ternyata rekayasa hujan yang
diterapkan untuk mengurangi beban banjir di Jabotabek dengan cara merekayasa
hujan adalah tidak ada hubungannya dengan curah hujan tinggi yang terjadi di
Kabupaten Indramayu. Tidak lain hal ini terjadi karena kondisi cuaca, yang
ternyata kondisi ini juga dialami oleh seluruh wilayah Indonesia.
Sumber : okezone.com
No comments:
Post a Comment